Sepeda Onthel Ditukar Rumah Tipe 21

Diposting oleh aris lezy 0 komentar


Bandung - Semakin tingginya nilai sepeda onthel, membuat aktivitas para kolektor kian agresif. Bahkan untuk mendapatkan dua buah sepeda Fongers tahun 1930, rumah tipe 21 pun ditawarkan.

Seperti halnya pemburu benda-benda antik lain, para pengoleksi sepeda onthel juga tidak ragu menawarkan nilai tinggi untuk sepeda yang diincarnya. Dituturkan Ketua Paguyuban Sapedah Baheula Bandung, Yahya Johari atau akrab dipanggil Aboy (41), seorang anggota komunitasnya melepas dua sepeda koleksinya dengan bayaran sebuah rumah tipe 21.



"Kejadiannya baru-baru ini. Dua sepeda buatan Belanda tahun 1930-40 merek Fongers, ditukar sebuah rumah tipe 21. Ada juga satu sepeda onthel buatan Belanda juga yang ditukarkan dengan motor Kharisma," tutur Aboy.

Semakin maraknya aktivitas perburuan sepeda onthel, mendorong Paguyuban Sapedah Baheula Bandung membuat sertifikasi. Selain sebagai bukti otentik, menurut Aboy, sertifikasi juga akan menjaga ketertiban ketika terjadi transaksi onthel di Kota Bandung.

Untuk mengeluarkan sertifikat, ada badan yang mengklarifikasi sejarah dan keaslian sepeda. Berdasarkan data mereka, yang sekarang beredar di Indonesia adalah sepeda onthel buatan Jerman, Belanda, Inggris dan Cina. Sepeda dari Inggris ada sekitar 10 merek, Belanda lebih dari 10 merek, sementara buatan Jerman ada 5 merek.

Sepeda buatan Cina relatif murah yakni sekitar Rp 300-500 ribu untuk tahun pembuatan 1970. Jika dibandingkan dengan buatan Inggris di tahun pembuatan sama, jauh berbeda yakni sekitar Rp 10 juta.

Sertifikasi ini untuk mencegah peredaran sepeda onthel yang abal-abal atau palsu. "Ada yang membuat sepeda onthel, chasisnya mirip tahun 1930-an, mirip sekali. Tetapi oleh tim, ketahuan mana yang palsu dan asli," ujarnya.

Di sertifikat tersebut akan tercatat nomor rangka, merek, warna sepeda, dan kelengkapan sepeda seperti bel, lampu serta sadel dan lainnya. "Di setiap sepeda onthel ada nomor rangka yang berbeda-beda," jelasnya.

Status sepeda onthel sebagai barang unik dan langka ini pun dinilai Aboy menjadikan onthel bisa dijadikan investasi. "Jika nantinya ingin dijual, dari tahun ke tahun harganya naik. Saat ini peminatnya pun tambah banyak. Tetapi tidak mudah meminta pemiliknya menjual, karena biasanya sepeda yang dimiliki sangat disayang. Kalau kehilangan onthel, kayak kerhilangan istri," ujarnya bercand

Semarang Onthel Community

Diposting oleh aris lezy 0 komentar

Tidak mau kalah dengan Yogyakarta yang memiliki paguyuban pecinta sepeda Jogja Onthel Community (JOC) maka di Semarang ada Semarang Onthel Community (SOC). Kedua komunitas ini sama-sama memiliki kecintaan pada sepeda onthel (kayuh, kereta angin) khususnya sepeda yang sudah tua, orang Jawa biasa menyeut sepeda kebo.



Setiap hari Minggu, anggota SOC berkeliling Kota Semarang, menyusuri jalan-jalan protokol, seperti di Jalan Pemuda, Minggu (15/7). Tidak mau kalah dengan sepeda motor yang lebih modern, anggota komunitas ini tetap “pede” keliling kota dengan seragam kebanggan masing-masing. Ada yang memakai baju KORPRI ala Umar Bakri, ada yang mengenakan blangkon ala abdi dalem keraton, atau ada juga yang mengenakan kaos oblong biasa. Keberadaan komunitas dengan anggota lebih kurang 50 orang ini salah satunya karena kecintaan pada sepeda sebagai alat transportasi yang ramah lingkungan.

(http://kumorofoto.blogspot.com/2007/07/komunitas.html)

Sejarah Sepeda Onthel Belanda(pit)

Diposting oleh aris lezy 0 komentar


Sepeda Onthel atau juga terkadang disebut sebagai sepeda unta, sepeda kebo, atau pit pancal adalah sepeda standar dengan ban ukuran 28 inchi yang biasa digunakan oleh masyarakat perkotaan sampai tahun 1970-an. Berbagai macam merek sepeda onthel beredar di pasar Indonesia, pada segmen premium terdapat merek Fongers dan Gazelle, kemudian segmen dibawahnya diisi oleh beberapa merek terkenal seperti Simplex, Burgers, Raleigh, Humber, Rudge, Batavus, Phillips. Sepeda ini mempunyai klasifikasi gender yang tegas antara sepeda pria dan sepeda wanita, kemudian memiliki 3 varian ukuran rangka standar yakni 57, 61 dan 66 cm.






Kemudian pada tahun 1970-an keberadaan sepeda onthel mulai digeser oleh sepeda jengki yang berukuran lebih kompak baik dari ukuran tinggi maupun panjangnya dan tidak dibedakan desainnya untuk pengendara pria atau wanita. Waktu itu sepeda jengki yang cukup populer adalah merek Phoenix dari China. Selanjutnya, Sepeda jengki pada tahun 1980-an juga mulai tergeser oleh sepeda MTB sampai sekarang.










Sepeda Onthel kemudian secara perlahan lebih banyak digunakan oleh masyarakat pedesaan sampai sekarang. Akhirnya ketika sepeda onthel karena usianya dan kelangkaan, telah berubah menjadi barang antik dan unik, maka mulailah situasi berbalik. Sepeda onthel yang dulunya terbuang, sekarang pada tahun 2000-an justru diburu kembali oleh semua kalangan mulai dari pelajar, mahasiswa sampai pejabat. Orang Jawa mengatakan inilah "wolak-waliking jaman".

Keranjingan masyarakat terhadap sepeda onthel adalah tepat bersamaan dengan berkembangnya ancaman global warming. Bisa jadi ketika, BBM semakin mahal dan polusi udara semakin tidak terkendali, komunitas sepeda onthel akan menjadi salah satu garda terdepan untuk mensosialisasikan kembali pentingnya naik sepeda. Sepeda yang dulunya dianggap kuno dan udik, barangkali akan kembali menjadi alat transportasi utama di masa mendatang.

apa kata dunia

Diposting oleh aris lezy 0 komentar

semuanya hanya mimpi